Langsung ke konten utama

[TERBANG CINTA] Merekonstruksi Cinta Hakiki Kehidupan Sehari-hari

Cinta menenangkan jiwa, di tengah terbelit beribu persoalan politik dan kekuasaan yang sedang rancu. Seperti yang kita lihat, diluar lintas Negara kita. Kepedihan orang-orang di berbagai negara maju tersebut. Seperti peperangan Amerika dan Korea Utara, yang sedang memanas sampai kini. Di kedua negara tersebut. Kerusuhan setiap hari terjadi, dan tiap pagi kita melihatnya berita-berita dalamTelevisi. Atau, kita sekedar membacanya lewat selembar koran, dengan perasaan getir tak tertahan.
Barangkali dengan terbitnya buku Terbang Bersama Cinta, mampu menyembuhkan hati yang terluka karena peperangan yang terus menggema di kedua negara tersebut. Sebab, keluar dari pembahasan buku ini. Ingin melakukan atau bertindak segala hal apa pun, tampa di dasari rasa cinta dan kasih sayang sesama, tak mungkin berjalan dengan indah dan damai. Jika saya lihat, pertempuran tentara-tentara AS dan Korut, barangkali mereka tidak berdasarkan cinta dalam menyelesaikan persoalan.
Lalu kembali pada cinta dalam buku tersebut, Muhidin M. Dahlan mendefinisikan cinta dalam dua makna. Pertama, cinta kepada sesama manusia: di mana kita sebagai manusia pemilik cinta wajib mencintai sesamanya. Tidak memandang perbedaan warna baju yang ia kenakan, atau kepercayaan yang beragam dalam satu bangsa.
Kedua, cinta yang transendental: cinta yang merujuk pada Tuhan, sebab Tuhanlah yang menerbitkan cinta pertama kali kedalam hati manusia, sesudah Adam dan Waha merasakanya di surga sana yang pada akhirnya jatuh ke bumi dan sengsara di dunia. Begitulah kisah cinta yang dikemukakan Muhidin, dalam buku  Terabang Bersama Cinta mengenai substansi cinta hakiki.
*Norrahman Alif, Peresensi Lahir di Banuaju Barat Sumenep. Kini berdomisili di dusun Cabean, Yogyakarta.
Judul Buku  : Terbang Bersama Cinta
Penulis       : Muhidin M. Dahlan
Penerbit     :  Scripta Manent
Cetakan     : Mei 2017
Halaman    : 136 hlm
ISBN          : 978-602-61239-0-9
Peresensi  : Norrahman Alif*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menulis Novel Sejarah Itu Berat (resensi buku La Galigo; Faisal Oddang)

Menulis Novel Sejarah Itu Berat (resensi buku La Galigo) Dalam kitab La Galigo telah dijelaskan bahwa ada sepasang pemimpin di Dunia Tengah –pertama adalah manusia laki-laki yang datang dari Dunia Atas–dan yang kedua adalah manusia perempuan yang datang dari Dunia Bawah. Namun agar seimbang dalam hidup manusia, maka diturunkanlah pula manusia bissu, sebagai pengatur tatanan spiritual di muka bumi. Perlu diketahui bahwa seorang bissu bukan laki-laki, bukan pula perempuan dan bukan jua waria atau apalah sebutan yang berkenaan dengan itu. Namun lebih tepatnya, bissu adalah sesok penasehat di tanah Wojo–dan tidak gampang menjadi seorang penasehat di tanah itu. Karena yang menjadi bissu hanyalah orang-orang pilihan Dewata yang sudah diberi wahyu hlm. 60. Itulah pokok isi dari kisah yang diangkat dalam novel Tiba Sebelum Berangkat-nya Faisal Oddang–yang ditulis kira-kira pada rentang tahun 2016-2018. Memang tidak salah jika saya mengakatan bahwa menulis novel sejarah itu berat–setelah

Merekam Tuhan dalam Pemikiran Filsuf-Filsuf Yunani (Resensi-Hakekat Tuhan-Cicero)

Merekam Tuhan dalam Pemikiran Filsuf-Filsuf Yunani Memperdebatkan ada dan tidak adanya Tuhan dalam realitas hidup yang kita rasakan ini: memang tidak ada pangkal ujung kalah dan menangnya–meskipun dari pakar filsafat yang memang tujuannya belajar filsafat hanya untuk mencari jejak-jejak keberadaan Tuhan. Misalnya ketika saya sesekali ikut dalam forum-forum diskusi filsafat–yang mepertanyakan hakekat Tuhan: apakah kita percaya bahwa tuhan itu tidak ada. Atau kita percaya bahwa Tuhan itu ada hanya menurut keyakinan hati nurani kita, karena Tuhan tak bisa dilogiskan secara pemikiran. Sesungguhnya disitulah yang menjadi misteri dari zaman ke zaman yang selalu diperdebatkan oleh pemikir-pemikir filsafat kontemporer sekarang ini. Sebab, terkadang di dalam diskusi-diskusi mengenai Tuhan berakhir dengan ketidakpuasan sebuah kesimpulan tentang kepastian Tuhan: ada atau tidak ada. Namun, adakah mereka tahu: bahwa sesungguhnya memperdebatkan hakikat Tuhan, tidak hanya berdasar

Perempuan dan KEKUASAAN “Sebuah Catatan Kecil tentang Pemikiran Seksualitas Foucault”

Perempuan dan KEKUASAAN “Sebuah Catatan Kecil tentang Pemikiran Seksualitas Foucault” Oleh : Novi Kamalia Abstraksi Ada beberapa pertanyaan yang terus mengusik dan mengganggu pikiran saya pribadi sejak dulu, yaitu tentang perempuan, seks, dan kultur, mengapa perempuan harus ‘perawan’ sebelum menikah?. Mengapa keperawanan menjadi satu-satunya ukuran perempuan baik-baik?, Mengapa perempuan selalu disalahkan ketika tidak mampu hamil?, dan yang lebih mirisnya lagi, mengapa perempuan dengan mudahnya menerima semua itu sebagai takdirnya yang memang harus dijalani tanpa adanya sikap kritis?. Lalu bagaimana dengan laki-laki, apakah laki-laki juga harus perjaka sebelum menikah?, lalu apa tandanya?. Tak bisakah sistem pemilu diadopsi oleh laki-laki, setelah ‘nyoblos’ langsung pake ‘tinta’?. Lalu apakah laki-laki juga memikul beban salah, jika ia tak memiliki keturunan? Pertanyaan itu terus membuat saya muak dan marah, karena saya sebagai perempuan menganggap ini sangat tidak adil. Ironisnya